A.... tercinta,
Barangkali kita memang tidak usah terlalu peduli dengan semua ini. Karena serbuk-serbuk perasaan yang tersisa, juga telah hilang lenyap ditiup angin, bercampur baur dengan debu yang beterbangan, yang hanya kadang-kadang saja kan kita kenali kembali jika arah angin menuju ke arah kita. Perasaan-perasaan yang akan membuat kita berkata, "Aku seperti pernah berada di sini, pada suatu masa entah kapan, dari masa lalu atau masa depan." Memang banyak hal tidak harus kita mengerti,A...., ada saatnya kita tidak harus mengerti apa-apa, dan tidak perlu menyesali apa-apa. kecuali hanya merasa, bergerak, dan menjelma.
Tapi, sudahlah A...., kita kenang saja waktu dalam gelas kopi itu, yang akan segera mendingin sebelum senja tiba. Bukankah kita sudah cukup bahagia meskipun hanya saling bertanya? Begitu banyak kabar dari jauh, tentang ruang dan bumi yang selalu mengeluh. Begitu banyak kepedihan di jalanan, darah berceceran, dan kita sibuk dengan perasaan kita sendiri--tapi apa salahnya? Aku sering berpikir tentang betapa fana hidup kita. Sepotong riwayat di tengah jutaan tahun semesta. Dua orang di belantara peristiwa. Apkaah kita masih punya arti, A...., dalam ukuran tahun cahaya?
Aku pun bertanya-tanya, apakah semua itu ada maknanya? Sebuah sudut di dalam kafe, lampu remang di pojok taman, sepotong percakapan yang kadang-kadang terganggu. Semuanya bagai tak pernah utuh, tak pernah selesai, dan tidak mungkin menjadi lengkap--namun siapa yang menuntut semua ini harus sempurna? Kita sudah lama tahu semua ini memang tidak bisa jadi apa-apa. Kita toh sudah senang meski hanya saling memandang, dan menenggak segala penyesalan sebelum pertemuan dan tahu memang tidak ada yang bisa disalahkan sehingga kita memang tidak perlu bertanya, " Kenapa harus jadi begini?"
menjelang tengah malam, mendapati halaman-halaman SGA yang "mengusikku" dari seorang kawan yang berjuang (lagi, tuk kesekian kali) di saat yang lain sedang terpulas...

